My Humble Friends

Selasa, 05 November 2019

Pandangku

Carikan aku sebuah mata 
yang enak dipandang
- Ahmad Tohari 

beberapa kali ku lihat sebuah jendela
berkusen mahoni beserta ukiran
memandang orang-orang yang lalu
meramahkan jalan trotoar
beserta pohon-pohon kemuning

dari jendela itu pula terlihat 
meja, kursi, kopi, dan radio penih senyap
Yang selalu mengundang hati 

Bagiku.. 
Ya, memang enak dipandang 
Dengan meraba kusen dan tembok
Dengan mendengar gericit engsel
Dengan mencium bau rumah
yang sulit aku jelaskan dari fragmen
tembakau, debu, kayu, masakan
dan keringat yang menjadikannya khas
dengan merasakan seluruh hal ini
Aku berterima kasih pada-Mu
Telah Kau carikan mata 
yang enak dipandang 


Kamis, 31 Oktober 2019

Melihat Mereka Jatuh

          Abraham Kurniawan

apakah dirimu memanggil hujan?
juga bukan karena diriku yang meminta
yang jelas, alam telah mengemis
ia menadahkan tangan yang gersang
ke langit tempat dimana kenangan bermuara
lalu jatuh menghampiri kerinduan
apakah karena diriku hal itu terbuat?
dari suara-suara gerisik radio tua
yang terus kau putar supaya tahu
dirimu ada dimana?
dari sini, aku lihat mereka jatuh
ada yang melambai, tersenyum, marah dan
bingung
Sebuah pecahan cahaya, yang mengutuhkan
waktu

(2019)

Senin, 28 Oktober 2019

Petani, pipit dan Ladang

           Abraham Kurniawan

Aku bingung dengan para pipit
Yang terbang melingkar di atas ladang
Sebelum masa panen yang ku tunggu
Tak permah mereka memberikan ketenangan
Yang kudamba di dalam hunianku

Aku cemburu dengan para gagak
Yang bersenda-gurau di samping padi
yang akan dimakan sebelum ku panen
Menyisakan kerisauan yang digotong oleh
Darah-darah untuk ditelan oleh hati

Aku ingin diriku bukan sebagai petani
Melainkan pipit yang bukan karena terbang
Melainkan dapat bersenda-gurau dengan padi
Dan memperhatikan dengan senang
Kapan saatnya dirimu menguning dan menunduk

(2019)

Sabtu, 12 Oktober 2019

Tidak Punya

Abraham 

aku tidak memiliki lidah lagi
lidah aku jelma menjadi pulpen
menggores kertas dan merobek dada
supaya jantungku bisa leluasa berbicara denganmu

aku tidak memiliki tangan lagi
tangan aku jelma menjadi khayal
menggapai langit dan mencakar gedung
supaya tidak kau dan aku temui batas

aku tidak memiliki kaki
kaki aku jelma menjadi huruf
berjalan lurus meninggalkan jejak
untuk kau ketahui suatu saat

aku tidak memiliki tubuh
tubuh aku jelma menjadi kabut
meliak di antara angin yang berembus
supaya bebas memeluk dirimu

aku tidak memiliki mata
mata aku jelma menjadi rembulan 
melihat jelas dalan kegelapan malam
supaya melihat jelas rahasiamu dan diriku

aku tidak memiliki dirimu
dirimu tidak dapat aku jelma menjadi apapun
kamu adalah kamu
bunga tulip pun kehilangan mukanya
maka aku tidak menjadi aku
supaya terus bernapas di dalam hatimu
mengambil wujud sebuah buku

Kamis, 10 Oktober 2019

Bernyanyi

          Abraham K.

Aku hanyalah seorang anak kecil
Yang bermain bersama anak-anak tangga
Menanjak dan semakin tinggi ke atas
Lalu terjatuh berbenturan anak tangga
Lalu tidur dengan kaki teramputasi

Aku hanyalah seorang anak kecil tanpa tangan kanan
Yang bermain berlarian di laut
Berenang dan terus berendam di air
Hingga ikan hiu memangsa kakiku
Dan pulang tanpa kaki kiri

Aku hanyalah seorang anak kecil tanpa tangan kanan dan kaki kiri
Berusaha mati-matian
Menyelesaikan semua tahap hidup

(2019, dalam sebuah paduan suara)

Senin, 07 Oktober 2019

Rintik Hujan

             Abraham Wibowo
   
Bersama kita pandangi langit
Ia menangis karena lagu sedih bulan
Dan bintang-bintang memainkan
Dengung celo, denging biola, dan
melodi sedih dari piano borealis
membuatnya terus menangis
terus...
hingga menjadi ringan
terfragmen di angkasa
lalu berkumpul bersama lagi
dengan bulan dan bintang-bintang
dan dikunci rapat di dalam kotak
hingga langit mengingat masa lalunya
*
apakah kau menangis? tidak..
Langit sudah menangis untukku                                                                                     

Minggu, 06 Oktober 2019

Jelas

            Abraham Wibowo

di sinilah diriku sekarang
duduk merenung dalam haru
karena langit telah cerah
dan bulan mengetahui semuanya

Batu

           Abraham Kurniawan

aku tidak lebih dari sebuah batu
yang berdiri gagah di tanah lapang
menunggu air mendorongku jauh
hanyut dalam arus timur
dan tenggelam di dalam tubuh lautan
tidak pernah berharap ditemukan
karena di situ aku harusnya berada

Tulip

           Abraham Kurniawan 

bunga tulip besemayam di taman
berbincang asyik dengan kabut 
mungkin tentang diriku, atau 
anak-anak yang bermain bola dan mengenai dirinya
yang pasti dia tidak bisa tenang 
karena dalam beberapa hari akan mati 
maka sebisa mungkin ia berteman
dengan bulan yang setia
matahari yang ramah
kumbang yang merangsang
mungkin aku yang senang menyiram
namun mengapa ia berteman dengan kabut?
yang akan menelan dirinya ke dalam kekosongan?

Sabtu, 05 Oktober 2019

Obrolan Kita Dalam Puisi

        Abraham Kurniawan & Catur P.D

Kepada orang bijak

Bunga hinggap di taman meruah serbuk ke langit
Mengembang indah menantang matahari
Lalu lenyap di hari keempat

 Seperti seharusnya
 Bunga-bunga telah pergi
 Namun musim semi pasti kan kembali


Mudah Menjadi Penyair

        Abraham Kurniawan

Mudah menjadi penyair
Jika cemburu terhadap Sang Waktu
Yang mengubur detik
Di dalam kedalaman langit
Menjadikan miliknya seorang
Hingga hilang ke antah berantah


Jumat, 04 Oktober 2019

Kotak

          Abraham Kurniawan

aku memiliki sebuah kotak
isinya adalah kalimat-kalimat
yang keluar jika kita bertemu
berbentuk rajutan kata sehingga
menjadi sebuah hadiah
yang hangat untuk dirimu pakai
ada yang terbuat dari buku sang pujangga
atau dari kitab para nabi
yang menjadi suaka
dalam perbendaharaan kata 
namun selalu tertahan 
karena lidahku membatu

Kamis, 03 Oktober 2019

Tangis di Malam Hari Yang Kau Tunggu - Tunggu Kehadirannya

           Abraham Kurniawan


Aku hanyalah tangisan yang menggaung di lorong ini
menusuk keramaian, Membungkam sang bisu
bukan maksudku memberinya tanggung jawab ini
ini sudah pilihannya sembilan bulan lalu

Rabu, 02 Oktober 2019

Payung Hitam

Priskila ingrid

Terik matahari menyorot wajahku
Kubawa serta payung hitam kala itu
Berdiri tegak memaku 
Dari kejauhan terlukis jelas disetiap kanvas terdapat raut sedih sendu 
menatap balokan kayu yang menggunduk di tanah 
Ketika balok kayu Mulai tenggelam Ditimbung tanah
Teriakan lara mulai menggema di tanah lapang
Semua,semuanya telah berakhir
Hanya kenangan yang tersisa disetiap daun yang gugur

Pengawal Hujan

           Abraham Kurniawan

kau tahu?
hanya, langit yang senang apa bila ada yang bertamu
dia senang menjadwal kapan matahari bertamu
disingkirkannya gorden awan sehingga membuka celah
cahaya hidup bagi orang jahat maupun orang baik

tidak kah kau pernah berpikir?
dasarnya, langit yang senang untuk menjamu
dia bahagia bila ada yang menemani di waktu malam
diberikannya tempat bagi bulan dan bintang di ruang tamunya
dan bergaul hingga subuh lalu kembali ke rumah masing-masing

namun, pernahkah kau terka?
sebetulnya, langit sangatlah kelelahan atas semua kebisingan itu
dia kelelahan sehingga menitikkan air kepada bumi yang pasrah
diludahkan bintang bahkan bulan dari rumahnya
lalu, tidur berselimutkan awan sambil menangis
memberi ketenangan atau kenangan bagi bumi

Minggu, 29 September 2019

Pikir

           Abraham Wibowo

corgito ergo sum

aku berpikir maka aku ada
bagiku hanya mengada-ada
pikiranku terus mengembara
mencari arti bentuk di dalam kata
untuk membuatmu nyata di pikiranku
melambai di seberang sungai memaku
terus kupikir,
hingga menjadi nyata di dalam genggaman
menyerbak di dalam harum
lalu menawan bersama cahaya

Jumat, 27 September 2019

Rahim Ibu

           Abraham Kurniawan

pernah aku ingat suatu tempat
yang aman, jauh dari duri-duri
sebuah tempat yang dirindukan
polos dan tidak bersalah, dan
memang tak pernah ditemukan
sebuah kesalahan disana

langit tak pernah kotor di rahim
ia polos dan tidak berkhianat
justru merawat tanpa balasan
uang tak pernah berarti di sana
kekuasaan pun nihil curang
hanya harapan untuk melihat
berkas-berkas cahaya di saat kehidupan dimulai
berharap dengan polos tidak melihat polusi

Saatnya

            Abraham Kurniawan

ada saat dimana hujan lelah
saat dimana para kumbang mati kelelahan
saat dimana matahari bersudah
saat dimana makam-makam penuh
saat bulan lelah melihat bumi dengan bosan
saat itulah (mungkin) bunga itu mekar menampakkan
mahkota, menyerbak serbuk sari
memberi warna pada bumi

Kamis, 26 September 2019

Ingin

          Abraham Kurniawan

Ingin aku bermain bersama rintik hujan
di pekarangan rumah seusai musim marau
yang membilas seluruh dahaga
dan mengendorkan ikatan tali di dada

Ingin aku menari di trotoar
di sepanjangan jalan diponegoro
yang meniadakan batas antara waras dan senang
melambai dan menyiur di tengah badai

Ingin aku tertawa lepas tanpa adanya candaan
bahwa terkaan dalam hati yang diketahui diriku seorang
cukup untuk meninggalkan rasa sedih
tanpa gangguan dalam keramaian hujan

Selasa, 24 September 2019

Haluan

            Abraham Wibowo

Ubah haluan! Kita ke barat!
Tak pernahkah kau melihat awan hitam di barat
Yang mencuat memamerkan seribu cahaya petir
Pergilah, itu bukanlah arahnya

Ubah haluan! Kita ke kiri!
tidakkah kau dengar bunyi pedang bergesek?
Yang mengejar darah dari orang-orang tak bersalah?
Mundurlah, ini bukanlah arahnya

Tetapkan haluan! Kita ke utara!
Sebetulnya, apakah kau mencium bau abu yang membumbung tinggi ke angkasa?
Yang menebarkan seribu duka dan di sampaikan oleh angin
Jangan lah kesana

Ubah haluan! Putar balik!
Mari lah kita pertimbangkan sejenak
Apa yang terjadi bila kita tidak membawa apa-apa ke rumah?
bakar layarnya!

Senin, 23 September 2019

Tembok

          Abraham Kurniawan


akan selalu ada yang tertahan
di antara tembok beton yang menjulang
dari yang memotong kata
sampai menyumbat rasa

akan selalu ada yang tak tersampaikan
di alam pikiran yang kekal
suaka sejati surat-surat
yang tidak pernah terkirim


(2019)

Sabtu, 21 September 2019

Pertanda

Aquilla ingrid


Desiran angin menerpaku
Ku sambut hangat cahayamu
Langit diangkasa menyeruak seru
Seolah pertanda hadirnya rindu
yang selalu kutunggu sepanjang waktu

Surat

           Abraham Wibowo

Disampaikannya kepada angin
Tentang air yang berbuih itu
Meluruh jauh menuju muara
Yang tak asing-asingnya bagi kita
Tempat kita bertemu

Jumat, 20 September 2019

Abstrak yang Absolut

           Abraham kurniawan



Aku hanyalah kertas dari kepemilikan pikiranku sendiri
Aku adalah sang abstrak, tak berkepastian
Aku dapat menjadi sunyi, kesyahduan di kala sendiri
Namun aku juga dapat menjadi sepi, kehinaan saat sendiri
aku terus menyimpan dan membalas dengan rendah hati
aku dapat menerima makian hingga tak memiliki muka
aku dapat menjadi linglung seperti kucing dipentung
aku juga dapat menjadi garang seperti arak dibakar arang
aku adalah sang abstrak, segala bentuk adalah absolut
aku bisa menjadi angka yang menguntai
yang memberikan jawaban atas dasar logika dan kepuasan matematik
aku juga dapat menjadi huruf yang menggumpal tebal
yang memberikan jawaban bersajak ataupun ilmiah
demi kepuasan manusiawi yang dimiliki oleh rasa dan karsa
aku adalah sang abstrak, yang memberikan kehidupan di secarik kertas
aku adalah pohon yang menjuntai luas menikung rendah
yang senang memberikan buah untuk orang baik dan jahat
aku juga sebagai angin yang terbang melengking tajam dan menukik jatuh
aku bebas macam anjing liar, namun bisa ramah seperti kupu-kupu
aku adalah abstrak, yang melengkung lurus di tengah lingkaran kotak
aku dapat menjadi aku yang periang lugu dan menari-nari
di bawah kekosongan semesta.
*
namun, aku tidak pernah ingin menjadimu

Bertani

            Abraham Wibowo

Selalu ada lumpur yang muncul setelah adanya ladang hujan
Menelan kaki para petani di musim panen
Panen gagal petani meninggal
Hujan yang ditunggu dibenci oleh mereka
Karena ada yang bertani garam
Sedang petani menanam padi


Dandelion



           Abraham Kurniawan



ia hanya keindahan yang rapuh di rembang tengah hari
ia hanya berharap terinjak lalu menyebarkan rambutnya
yang menawan berlarian bersama angin yang tak kan pulang kembali
mungkin rambutnya beristirahat di kuburan
lalu menjadi tanaman bulma di sela-sela nisan
mungkin ada yang memanjat kain-kain jemuran
berakhir mati di cucian, atau tewas dikebaskan manusia
namun sang pokok selalu tabah dalam ketidaktahuan
selagi ia menekuk menjadi layu

Kamis, 19 September 2019

Senja kali ini


Aquilla ingrid

Senja kali ini terlihat berbeda
Langitmu yang biasanya indah kini tidak ada
Burung burung yang melukis langitmu kini juga tak terlihat
Kumpulan awan kelabu  menodai pesonamu
Menutuup rapat sinar sang mentari
Seolah olah senja kali ini menyimpan cerita yang berbeda
Pantas saja hatiku gundah gulana
Karna tak tahu dirimu dimana

Patutkah?

           Abraham Kurniawan


selalu ada yang bersembunyi saat bunga itu mekar
terus meringkuk jongkok tak berdiri
sedang merenung, patutkah aku keluar?

Rabu, 18 September 2019

Bunga Kertas

           Abraham Kurniawan

sampai kau lupa 
bila kau sedang 
berpura-pura
(Kharisma P. Lanang)

sebatang bunga kertas tertancap tepat di tengah ladang bunga
ia hanya berpura-pura menjadi bunga, itu tugasnya
menjadi bunga yang alim tenteram di padang yang damai
hingga ia lupa

Aku Bagian Dari

Jika aku adalah bagian pohon
aku adalah daun yang terhempas lepas oleh angin
dan jatuh tersesat tertutup ilalang
yang tidak dibiarkannya dendam merasuk busuk di dada
karena gerombolan angin tak pernah tertebak

jika aku adalah bagian pohon
aku adalah daun yang jatuh dari khayangannya
yang terus mengembara lalu mendarat dengan
 tidak menyimpan rasa cemburu, dimana mereka berpuas lega di atas
 lalu ditinggalnya aku mati mengering di bumi

jika aku adalah bagian pohon sekali lagi aku kata,
aku adalah daun yang disapu di jalanan, ditumpuk oleh
seorang manusia tua yang purba lalu dikumpul untuk
dibakar di dalam tungku bersama dengan daun-daun senasib
yang selalu menyimpan kerinduannya tepat sebelum ia mati







Bulan




bulan selalu membisu
ia terus menyimpan segala sesuatu di hati
dan tidak pernah membahasnya atau berbagi
dengan siapa pun.



Pensil

            Abraham Kurniawan


ia adalah orang yang paling rendah hati
karena ia sadar sesuatu yang salah tidak pantas
untuk berada di dalam sanubari majikannya
ia tidak pernah merasa sedih namun merasa puas
jika ia memendek kerdil tak dapat digunakan lagi

Selasa, 17 September 2019

Kertas 3


Abraham kurniawan  



Pernah ada yang terbelenggu 

dibuatkanya goresan hitam yang 
melentik runcing dan menusuk kertas yang tidak ditemuinya satu kesalahan ditorehkannya sebuah kata yang tak hilang dalam waktu abadi di dalam suaka sajak


Senin, 16 September 2019

Suaka bagi Perasaan

           Abraham wibowo


di saat terbakar ada suatu tempat bagimu
suatu ruangan kosong dengan bantal, kasur, dan guling
namun semua terbakar, jendelanya terbakar
cerminmu meleleh cair sampai ke kakimu
janganlah kau tunggu hingga mengabu

di saat hujan datang ke ruanganmu
janganlah kau usir hujan dan rintik-rintiknya
jangan pula kau tiup aroma tanahnya yang mengendap
namun jangan kau tunggu sampai banjir pula

sekarang kau masukkanlah semua itu ke dalam suaka
selalu akan dirawatnya hingga tercetak senyum di wajah mereka
dihidupkannya ke dalam kepuasan kata
yang akan kau tuang di dalam secarik kertas

Antara Aku dan Bulan, Matahari, Para Bintang dan Tuhan

           Abraham Kurniawan


ada baiknya jika seekor anak kucing periang dan lugu mati
tak payah-payah untukku melihat di mana ia berbaring
karena ia selalu ikhlas menyimpan semua kerinduan
mungkin kepadaku, kepadamu, kepada orang yang memberinya
makan, atau majikan jika ia punya, atau kepada bulan
yang menjadi salah satu saksi di mana ia berbaring
antara dia, bulan, matahari, bintang, dan Tuhan
beruntung bagi mereka yang tahu
sedang aku menunggu kesepian


           (2019, di tukang nasi goreng Surabaya)

Tak Bisa Tidur

            Abraham kurniawan

I ran out of all the meaning
(Silent Poets)


Sudah tidak ada lagi kalimat di antara rangkaian-rangkaian bait
Yang dapat memenuhi rasa haus arti dalam sebuah rasa
Yang membelai pipi di saat aku meringkuk dingin di puncak sepi
Apakah kau tahu?

Sudah tidak ada lagi kata bahkan di sela huruf yang terbendung koma

Yang dapat meninabobokan diriku di saat bulan dan bianglalanya menguasai langit
Yang terus menggendongku jauh melentik tinggi di alam lautan mimpi
Sudahlah, aku rasa kau tidak tahu.

          (2019)

Minggu, 15 September 2019

Ada yang Tak Berani

  Abraham Wibowo


Ada yang tak berani menatap sebuah bunga yang mekar di bulan Maret itu, di mana matahari menerobos menyeruak tinggi menjulang tepat di zenith bunga itu. Tak berani ia memandang kecuali berpangku tangan berharap bahwa angin yang membawa serbuk sarinya tidak akan mengkhianatinya dengan kejam.

Ada yang tak berani bergerak menyapa bunga yang mekar di bulan Maret itu, ke 
tempat di mana kumpulan serbuk sari yang melayang menari  berputar mengelilingi bunga itu dan tak tahu serbuk miliknya di mana. Kakinya telah tertancap kuat pada tanah yang menggenggam sehingga hilang kesempatan untuk menyapa bunga itu.

Ada yang tak berani menyampaikan suaranya untuk bunga yang mekar di bulan 
maret itu, disimpannya seluruh ide bercakap untuk besok, atau lusa, atau minggu depan, atau bulan depan, untuk tahun depan, untuk satu dekade, atau bahkan satu abad karena tak pernah dipikirnya sampai kapan dirinya menguning lalu melayu mati tersisa debu.

Lalu,


Ada yang menguning layu lalu mati tanpa merasakan apa kebahagiaan itu, 
dilewatkannya kebahagiaan itu karena dunianya hanya menunggu tanpa tahu dirinya ditunggu. Bahkan telah lupa dia caranya tersenyum meringis lalu tertawa karena dibutakan rasa takut tanpa tahu bahwa harapannya telah terwujud di taman bunga Lisse kepada bunga yang ia impi-impikannya itu  

          (2019)

Sabtu, 14 September 2019

Kertas 2

             Abraham Kurniawan


dioleskannya tinta hitam diatas kertas

dimakinya kertas hingga tak punya muka
dibakarnya kertas hingga mengabu
ditangisinya abu karena tak bisa 
kembali jadi kertas
   
        (2019)

Kertas 1

            Abraham Kurniawan



ia tak pernah berbohong
ia menyimpan semus rahasia
dan membalas dengan rendah
hati


     (2019)

Tempatku Bukan Tempatmu

Abraham Kurniawan

Langit lebih dalam dari laut manapun. pergilah meruncing menanjak
awan, maka ribuan bintang dan kehampaan menyambutmu dengan hangat. dan itulah tempatmu yang sebenarnya.

namun, jika itu tempatmu, selayaknya dirimu pergi ke tempatku. disini gelap tanpa cahaya yang berpindar terang, tempa yang dipenuhi rahasia tak ramah dan dingin. sesungguhnya,dirimu terlalu menawan jikalau kemari, karena inilahpalung, kesunyian dalam kesepian yang diselimuti hawa dingin yang hanya dapat didatangi dengan kesungguhan hati,tempat kematian bermuara

jelas, tempatku adalah Hades dan dirimu Olimpus, mungkin melebihi. yang ditemani oleh kegelapan bukan gemerlap. tapi ada satu yang tak dapat ditekan oleh palung, dimakan oleh Hades, suatu hal yang disenangi para dewa Olimpus, dan dimiliki oleh para bintang.

yaitu kasih.
       kasih yang mekar menyeruak dari dada di palung terdalam
       ditempat yang tak mungkin didatangi olehmu


               (2019)