Abraham Kurniawan
apakah dirimu memanggil hujan?
juga bukan karena diriku yang meminta
yang jelas, alam telah mengemis
ia menadahkan tangan yang gersang
ke langit tempat dimana kenangan bermuara
lalu jatuh menghampiri kerinduan
apakah karena diriku hal itu terbuat?
dari suara-suara gerisik radio tua
yang terus kau putar supaya tahu
dirimu ada dimana?
dari sini, aku lihat mereka jatuh
ada yang melambai, tersenyum, marah dan
bingung
Sebuah pecahan cahaya, yang mengutuhkan
waktu
(2019)
Cahaya yang melentik Tinggi lalu turun menukik runcing menusuk sanubari. dari Abraham Kurniawan
Kamis, 31 Oktober 2019
Senin, 28 Oktober 2019
Petani, pipit dan Ladang
Abraham Kurniawan
Aku bingung dengan para pipit
Yang terbang melingkar di atas ladang
Sebelum masa panen yang ku tunggu
Tak permah mereka memberikan ketenangan
Yang kudamba di dalam hunianku
Aku cemburu dengan para gagak
Yang bersenda-gurau di samping padi
yang akan dimakan sebelum ku panen
Menyisakan kerisauan yang digotong oleh
Darah-darah untuk ditelan oleh hati
Aku ingin diriku bukan sebagai petani
Melainkan pipit yang bukan karena terbang
Melainkan dapat bersenda-gurau dengan padi
Dan memperhatikan dengan senang
Kapan saatnya dirimu menguning dan menunduk
(2019)
Aku bingung dengan para pipit
Yang terbang melingkar di atas ladang
Sebelum masa panen yang ku tunggu
Tak permah mereka memberikan ketenangan
Yang kudamba di dalam hunianku
Aku cemburu dengan para gagak
Yang bersenda-gurau di samping padi
yang akan dimakan sebelum ku panen
Menyisakan kerisauan yang digotong oleh
Darah-darah untuk ditelan oleh hati
Aku ingin diriku bukan sebagai petani
Melainkan pipit yang bukan karena terbang
Melainkan dapat bersenda-gurau dengan padi
Dan memperhatikan dengan senang
Kapan saatnya dirimu menguning dan menunduk
(2019)
Sabtu, 12 Oktober 2019
Tidak Punya
Abraham
aku tidak memiliki lidah lagi
lidah aku jelma menjadi pulpen
menggores kertas dan merobek dada
supaya jantungku bisa leluasa berbicara denganmu
aku tidak memiliki tangan lagi
tangan aku jelma menjadi khayal
menggapai langit dan mencakar gedung
supaya tidak kau dan aku temui batas
aku tidak memiliki kaki
kaki aku jelma menjadi huruf
berjalan lurus meninggalkan jejak
untuk kau ketahui suatu saat
aku tidak memiliki tubuh
tubuh aku jelma menjadi kabut
meliak di antara angin yang berembus
supaya bebas memeluk dirimu
aku tidak memiliki mata
mata aku jelma menjadi rembulan
melihat jelas dalan kegelapan malam
supaya melihat jelas rahasiamu dan diriku
aku tidak memiliki dirimu
dirimu tidak dapat aku jelma menjadi apapun
kamu adalah kamu
bunga tulip pun kehilangan mukanya
maka aku tidak menjadi aku
supaya terus bernapas di dalam hatimu
mengambil wujud sebuah buku
Kamis, 10 Oktober 2019
Bernyanyi
Abraham K.
Aku hanyalah seorang anak kecil
Yang bermain bersama anak-anak tangga
Menanjak dan semakin tinggi ke atas
Lalu terjatuh berbenturan anak tangga
Lalu tidur dengan kaki teramputasi
Aku hanyalah seorang anak kecil tanpa tangan kanan
Yang bermain berlarian di laut
Berenang dan terus berendam di air
Hingga ikan hiu memangsa kakiku
Dan pulang tanpa kaki kiri
Aku hanyalah seorang anak kecil tanpa tangan kanan dan kaki kiri
Berusaha mati-matian
Menyelesaikan semua tahap hidup
Aku hanyalah seorang anak kecil
Yang bermain bersama anak-anak tangga
Menanjak dan semakin tinggi ke atas
Lalu terjatuh berbenturan anak tangga
Lalu tidur dengan kaki teramputasi
Aku hanyalah seorang anak kecil tanpa tangan kanan
Yang bermain berlarian di laut
Berenang dan terus berendam di air
Hingga ikan hiu memangsa kakiku
Dan pulang tanpa kaki kiri
Aku hanyalah seorang anak kecil tanpa tangan kanan dan kaki kiri
Berusaha mati-matian
Menyelesaikan semua tahap hidup
(2019, dalam sebuah paduan suara)
Senin, 07 Oktober 2019
Rintik Hujan
Abraham Wibowo
Bersama kita pandangi langit
Ia menangis karena lagu sedih bulan
Dan bintang-bintang memainkan
Dengung celo, denging biola, dan
melodi sedih dari piano borealis
membuatnya terus menangis
terus...
hingga menjadi ringan
terfragmen di angkasa
lalu berkumpul bersama lagi
dengan bulan dan bintang-bintang
dan dikunci rapat di dalam kotak
hingga langit mengingat masa lalunya
*
apakah kau menangis? tidak..
Langit sudah menangis untukku
Bersama kita pandangi langit
Ia menangis karena lagu sedih bulan
Dan bintang-bintang memainkan
Dengung celo, denging biola, dan
melodi sedih dari piano borealis
membuatnya terus menangis
terus...
hingga menjadi ringan
terfragmen di angkasa
lalu berkumpul bersama lagi
dengan bulan dan bintang-bintang
dan dikunci rapat di dalam kotak
hingga langit mengingat masa lalunya
*
apakah kau menangis? tidak..
Langit sudah menangis untukku
Minggu, 06 Oktober 2019
Jelas
Abraham Wibowo
di sinilah diriku sekarang
duduk merenung dalam haru
karena langit telah cerah
dan bulan mengetahui semuanya
di sinilah diriku sekarang
duduk merenung dalam haru
karena langit telah cerah
dan bulan mengetahui semuanya
Batu
Abraham Kurniawan
aku tidak lebih dari sebuah batu
yang berdiri gagah di tanah lapang
menunggu air mendorongku jauh
hanyut dalam arus timur
dan tenggelam di dalam tubuh lautan
tidak pernah berharap ditemukan
karena di situ aku harusnya berada
aku tidak lebih dari sebuah batu
yang berdiri gagah di tanah lapang
menunggu air mendorongku jauh
hanyut dalam arus timur
dan tenggelam di dalam tubuh lautan
tidak pernah berharap ditemukan
karena di situ aku harusnya berada
Tulip
Abraham Kurniawan
bunga tulip besemayam di taman
berbincang asyik dengan kabut
mungkin tentang diriku, atau
anak-anak yang bermain bola dan mengenai dirinya
yang pasti dia tidak bisa tenang
karena dalam beberapa hari akan mati
maka sebisa mungkin ia berteman
dengan bulan yang setia
matahari yang ramah
kumbang yang merangsang
mungkin aku yang senang menyiram
namun mengapa ia berteman dengan kabut?
yang akan menelan dirinya ke dalam kekosongan?
Sabtu, 05 Oktober 2019
Obrolan Kita Dalam Puisi
Abraham Kurniawan & Catur P.D
Bunga hinggap di taman meruah serbuk ke langit
Mengembang indah menantang matahari
Lalu lenyap di hari keempat
Seperti seharusnya
Bunga-bunga telah pergi
Namun musim semi pasti kan kembali
Kepada orang bijak
Bunga hinggap di taman meruah serbuk ke langit
Mengembang indah menantang matahari
Lalu lenyap di hari keempat
Seperti seharusnya
Bunga-bunga telah pergi
Namun musim semi pasti kan kembali
Mudah Menjadi Penyair
Abraham Kurniawan
Mudah menjadi penyair
Jika cemburu terhadap Sang Waktu
Yang mengubur detik
Di dalam kedalaman langit
Menjadikan miliknya seorang
Hingga hilang ke antah berantah
Mudah menjadi penyair
Jika cemburu terhadap Sang Waktu
Yang mengubur detik
Di dalam kedalaman langit
Menjadikan miliknya seorang
Hingga hilang ke antah berantah
Jumat, 04 Oktober 2019
Kotak
Abraham Kurniawan
aku memiliki sebuah kotak
isinya adalah kalimat-kalimat
yang keluar jika kita bertemu
berbentuk rajutan kata sehingga
menjadi sebuah hadiah
yang hangat untuk dirimu pakai
ada yang terbuat dari buku sang pujangga
atau dari kitab para nabi
yang menjadi suaka
dalam perbendaharaan kata
aku memiliki sebuah kotak
isinya adalah kalimat-kalimat
yang keluar jika kita bertemu
berbentuk rajutan kata sehingga
menjadi sebuah hadiah
yang hangat untuk dirimu pakai
ada yang terbuat dari buku sang pujangga
atau dari kitab para nabi
yang menjadi suaka
dalam perbendaharaan kata
namun selalu tertahan
karena lidahku membatu
Kamis, 03 Oktober 2019
Tangis di Malam Hari Yang Kau Tunggu - Tunggu Kehadirannya
Abraham Kurniawan
Aku hanyalah tangisan yang menggaung di lorong ini
menusuk keramaian, Membungkam sang bisu
bukan maksudku memberinya tanggung jawab ini
ini sudah pilihannya sembilan bulan lalu
Aku hanyalah tangisan yang menggaung di lorong ini
menusuk keramaian, Membungkam sang bisu
bukan maksudku memberinya tanggung jawab ini
ini sudah pilihannya sembilan bulan lalu
Rabu, 02 Oktober 2019
Payung Hitam
Priskila ingrid
Terik matahari menyorot wajahku
Terik matahari menyorot wajahku
Kubawa serta payung hitam kala itu
Berdiri tegak memaku
Dari kejauhan terlukis jelas disetiap kanvas terdapat raut sedih sendu
menatap balokan kayu yang menggunduk di tanah
Ketika balok kayu Mulai tenggelam Ditimbung tanah
Teriakan lara mulai menggema di tanah lapang
Semua,semuanya telah berakhir
Hanya kenangan yang tersisa disetiap daun yang gugur
Pengawal Hujan
Abraham Kurniawan
kau tahu?
hanya, langit yang senang apa bila ada yang bertamu
dia senang menjadwal kapan matahari bertamu
disingkirkannya gorden awan sehingga membuka celah
cahaya hidup bagi orang jahat maupun orang baik
tidak kah kau pernah berpikir?
dasarnya, langit yang senang untuk menjamu
dia bahagia bila ada yang menemani di waktu malam
diberikannya tempat bagi bulan dan bintang di ruang tamunya
dan bergaul hingga subuh lalu kembali ke rumah masing-masing
namun, pernahkah kau terka?
sebetulnya, langit sangatlah kelelahan atas semua kebisingan itu
dia kelelahan sehingga menitikkan air kepada bumi yang pasrah
diludahkan bintang bahkan bulan dari rumahnya
lalu, tidur berselimutkan awan sambil menangis
memberi ketenangan atau kenangan bagi bumi
kau tahu?
hanya, langit yang senang apa bila ada yang bertamu
dia senang menjadwal kapan matahari bertamu
disingkirkannya gorden awan sehingga membuka celah
cahaya hidup bagi orang jahat maupun orang baik
tidak kah kau pernah berpikir?
dasarnya, langit yang senang untuk menjamu
dia bahagia bila ada yang menemani di waktu malam
diberikannya tempat bagi bulan dan bintang di ruang tamunya
dan bergaul hingga subuh lalu kembali ke rumah masing-masing
namun, pernahkah kau terka?
sebetulnya, langit sangatlah kelelahan atas semua kebisingan itu
dia kelelahan sehingga menitikkan air kepada bumi yang pasrah
diludahkan bintang bahkan bulan dari rumahnya
lalu, tidur berselimutkan awan sambil menangis
memberi ketenangan atau kenangan bagi bumi
Langganan:
Postingan (Atom)