My Humble Friends

Selasa, 04 Februari 2020

Sekali lagi

Sekali lagi awan menangis
Melempar bebannya pada bumi
Menjadi ringan lalu terbang
Entah dimana ia berada sekarang

Minggu, 02 Februari 2020

Satu kata

Hanya satu kata yang ku butuhkan
Untuk mencicip saripati hidup
Merubah detik menjadi abad
Membuatku lupa kapan aku terlahir

Maaf, tak perlu sebuah kata
Sepercik huruf pun menjadi api
Mampu membakar
Namun tak pernah membunuh
Hanya waktu yang ia lalap
Sehingga nyawa orang berdansa diatas jarum jam yang kau putar dengan kata

Abraham Kurniawan

Rabu, 29 Januari 2020

Abraham Kurniawan , 29-1/20

Beban diam

Baru aku tahu sebuah beban diam
Yang melonjak-lonjak di perut
Dan gunung harus dipikul di pundak
Lidahku meronta hingga gigiku rontok
Menunggu esok hari 
kita bicara 

Selasa, 05 November 2019

Pandangku

Carikan aku sebuah mata 
yang enak dipandang
- Ahmad Tohari 

beberapa kali ku lihat sebuah jendela
berkusen mahoni beserta ukiran
memandang orang-orang yang lalu
meramahkan jalan trotoar
beserta pohon-pohon kemuning

dari jendela itu pula terlihat 
meja, kursi, kopi, dan radio penih senyap
Yang selalu mengundang hati 

Bagiku.. 
Ya, memang enak dipandang 
Dengan meraba kusen dan tembok
Dengan mendengar gericit engsel
Dengan mencium bau rumah
yang sulit aku jelaskan dari fragmen
tembakau, debu, kayu, masakan
dan keringat yang menjadikannya khas
dengan merasakan seluruh hal ini
Aku berterima kasih pada-Mu
Telah Kau carikan mata 
yang enak dipandang 


Kamis, 31 Oktober 2019

Melihat Mereka Jatuh

          Abraham Kurniawan

apakah dirimu memanggil hujan?
juga bukan karena diriku yang meminta
yang jelas, alam telah mengemis
ia menadahkan tangan yang gersang
ke langit tempat dimana kenangan bermuara
lalu jatuh menghampiri kerinduan
apakah karena diriku hal itu terbuat?
dari suara-suara gerisik radio tua
yang terus kau putar supaya tahu
dirimu ada dimana?
dari sini, aku lihat mereka jatuh
ada yang melambai, tersenyum, marah dan
bingung
Sebuah pecahan cahaya, yang mengutuhkan
waktu

(2019)

Senin, 28 Oktober 2019

Petani, pipit dan Ladang

           Abraham Kurniawan

Aku bingung dengan para pipit
Yang terbang melingkar di atas ladang
Sebelum masa panen yang ku tunggu
Tak permah mereka memberikan ketenangan
Yang kudamba di dalam hunianku

Aku cemburu dengan para gagak
Yang bersenda-gurau di samping padi
yang akan dimakan sebelum ku panen
Menyisakan kerisauan yang digotong oleh
Darah-darah untuk ditelan oleh hati

Aku ingin diriku bukan sebagai petani
Melainkan pipit yang bukan karena terbang
Melainkan dapat bersenda-gurau dengan padi
Dan memperhatikan dengan senang
Kapan saatnya dirimu menguning dan menunduk

(2019)

Sabtu, 12 Oktober 2019

Tidak Punya

Abraham 

aku tidak memiliki lidah lagi
lidah aku jelma menjadi pulpen
menggores kertas dan merobek dada
supaya jantungku bisa leluasa berbicara denganmu

aku tidak memiliki tangan lagi
tangan aku jelma menjadi khayal
menggapai langit dan mencakar gedung
supaya tidak kau dan aku temui batas

aku tidak memiliki kaki
kaki aku jelma menjadi huruf
berjalan lurus meninggalkan jejak
untuk kau ketahui suatu saat

aku tidak memiliki tubuh
tubuh aku jelma menjadi kabut
meliak di antara angin yang berembus
supaya bebas memeluk dirimu

aku tidak memiliki mata
mata aku jelma menjadi rembulan 
melihat jelas dalan kegelapan malam
supaya melihat jelas rahasiamu dan diriku

aku tidak memiliki dirimu
dirimu tidak dapat aku jelma menjadi apapun
kamu adalah kamu
bunga tulip pun kehilangan mukanya
maka aku tidak menjadi aku
supaya terus bernapas di dalam hatimu
mengambil wujud sebuah buku